Work-Life Balance: apa manfaatnya bagi kesehatan mental kita
Apakah kamu saat ini sedang merasa stres karena suatu hal? Kamu tidak sendiri. Ternyata, banyak sekali orang Indonesia yang mengalami gejala stres, apalagi setelah pandemi, dampak kelesuan ekonomi masih terasa. Di Indonesia, ada kurang lebih 15,6 juta orang yang menderita depresi, tapi dari jumlah ini hanya 8% saja yang mencari bantuan profesional medis untuk dapat sembuh.
Nah, ternyata salah satu faktor penyebab stres adalah pekerjaan, dan menghilangnya keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi atau work-life balance.
Apa itu Work-Life Balance
Secara harafiah, Work-Life Balance artinya keseimbangan kerja dan hidup. Yaitu, dimana antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, ada takaran yang sesuai dan pembagian waktu yang jelas. Artinya, waktunya kerja ya kerja, dan waktu libur atau di luar jam kerja bisa dipakai sebagai waktu istirahat dan kehidupan pribadi.
Tanpa adanya Work-Life Balance, Burnout rentan terjadi
Burnout merupakan salah satu penyakit manusia modern, karena perubahan zaman dan kultur. Dua puluh tahun terakhir ini, perubahan gaya bekerja menuntut generasi produktif untuk semakin giat bekerja. Lalu, dengan hadirnya ponsel pintar serta aplikasi pesan instan, semua orang terutama para karyawan juga dituntut untuk selalu menjawab secepatnya untuk urusan pekerjaan.
Berbeda jauh dengan zaman orangtua kita dulu, Gen X dan Baby Boomers, yang bisa dikatakan jarang membawa pekerjaan pulang ke rumah, saat ini siapa sih yang belum pernah diharuskan buka laptop dan kerja bahkan saat di luar jam kantor atau saat hari libur pun? Rasanya semua orang sudah pernah, ya. Makanya, batasan antara pekerjaan dan personal sudah melebur, sehingga orang rentan terkena stres karena diharuskan terus menerus bekerja tanpa pernah betul-betul lepas bebas dari panggilan kantor.
Media sosial juga pengaruhi Work-Life Balance
Media sosial juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Work-Life Balance. Kenapa? Karena semua orang berlomba-lomba memamerkan kesuksesan mereka, termasuk dalam karir dan pekerjaan, lewat medsos. Jadi, kita semakin rentan terpengaruh untuk berpikir membandingkan diri sendiri dengan orang lain, seperti, "Duh, kok si A sukses amat ya di kantornya, sementara saya biasa-biasa saja" atau "Ya ampun si B masih muda tapi sudah beli rumah, gajinya pasti fantastis, tidak seperti gaji saya yang kecil" dan lain-lain sebagainya.
Sebenarnya, Work-Life Balance adalah komitmen terhadap diri sendiri
Dilansir Harvard Business Review, sebetulnya Work-Life Balance adalah komitmen terhadap diri sendiri, untuk memberikan batasan yang tegas antara waktu me-time maupun waktu bersama orang-orang tersayang, baik itu keluarga maupun teman-teman, dengan waktu kerja.
Dilansir oleh survei Harvard Business Review tersebut, ternyata mayoritas orang usia antara 30 dan 50 tahun yang bekerja sebagai eksekutif di berbagai perusahaan, menggambarkan bahwa kantor tempat mereka bekerja memiliki tuntutan sangat tinggi, melelahkan dan cukup ruwet, dan kebanyakan menganggap bahwa bekerja dalam waktu lebih lama dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan karir di kantor.
Tapi, sekitar 30 persen responden pria dan 50 persen responden wanita dari survei Harvard ini ternyata masih mengusahakan untuk bertahan tidak menjalani jam kerja yang terlalu lama, dan mencoba menyiasati keseimbangan antara kantor dan pribadi secara lebih tepat lewat siklus yang rutin dilakukan.
Untuk capai Work-Life Balance, ini siklus yang disarankan para ahli Harvard:
1. Stop sejenak dan mulai berpikir
Stop sejenak dari kegiatanmu dan mulailah berpikir, apa yang saat ini membuat kamu stres, marah atau tidak puas? Bagaimana keadaan ini mempengaruhi kamu, pekerjaan dan kehidupan pribadi? Apa sih yang ingin kamu capai? Apa yang sedang kamu korbankan demi karir saat ini? Setelah kamu dapat jawabannya, baru kamu bisa mulai mencari solusi permasalahanmu.
2. Jangan cuek dengan perasaanmu
Jangan takut dibilang "baper". Perasaan ya memang sesuatu yang kamu rasakan. Karena itu, ikuti kata hati dan perasaanmu. Kamu merasa lelah? Istirahat. Kamu merasa kesal? Cari penyebabnya dan atasi. Bila merasa perlu curhat, cari teman terdekat atau pasangan dan curahkan isi hatimu. Kamu juga bisa menggunakan media seperti jurnal untuk menuliskan isi pikiran, kalau kamu bukan termasuk tipe orang yang bisa dengan mudah bercerita ke orang sekitar. Melepaskan emosi negatif bisa membuat kamu merasa lebih lega setelahnya. Walau terdengar sederhana, tapi melepaskan apa yang memberatkan perasaan kita bisa membantu kondisi emosional untuk mencapai titik keseimbangan kembali. Kuncinya adalah di keseimbangan, sama seperti Work-Life balance.
3. Tentukan prioritasmu
Prioritasmu saat ini apa? Mau naik jabatan, atau mau lebih banyak WFH supaya bisa bersama keluarga, misalnya? Tentukan prioritas berdasarkan situasi yang realistis saat ini. Misalnya, kamu baru punya anak, mungkin berarti kamu harus rela untuk slow down sedikit dengan karir supaya tidak melewatkan waktu-waktu emas bersama si kecil. Atau, kamu justru mau memaksimalkan waktu sebelum kamu menikah untuk mengejar karir. Tergantung prioritasmu, kamu akan mendapat jawaban bagaimana menyikapi keseimbangan karir dan kehidupanmu sebagai seorang individu. Titik keseimbangan tidak sama untuk setiap orang, Work-life balance kamu yang tentukan.
4. Pertimbangkan beberapa alternatif solusi
Sebelum langsung menentukan keputusan A dan B berdasarkan prioritas yang sudah kamu pastikan sebelumnya, pertimbangkan dulu beberapa alternatif solusi. Pikirkan beberapa skenario sesuai solusi yang memungkinkan dilakukan. Misalnya, pada kasus tadi, kamu baru saja punya anak dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, maka kamu bisa diskusi dengan partner dan atasan di kantor supaya bisa lebih banyak WFH tapi dengan ketentuan yang win-win untuk semua pihak.
5. Lakukan sesuai rencana
Setelah membuat rencana, lakukan eksekusi sesuai rencana yang sudah ditetapkan. Jangan hanya jadi wacana, ya! Ambil tindakan sehingga apa yang kamu rencanakan benar-benar jadi kenyataan.
Mencapai keseimbangan adalah suatu proses perjalanan
Mungkin ada hari di mana kita dengan sukses mencapai Work-life balance, tapi ada juga momen di mana aktivitas sehari-hari begitu menyita waktu sampai kita tidak sanggup mengalokasikan waktu untuk memikirkannya. Tidak masalah, kita selalu bisa mencoba lagi di hari setelahnya. Ingat, mencapai keseimbangan adalah suatu proses perjalanan, bukan tujuan yang statis. Jadi, jangan patah semangat ya!
Satu demi satu, yang penting ada keberlanjuan
Membahas keseimbangan, tidak akan lepas dari konsep keberlanjutan (sustainability). Keberlanjutan dalam hidup bisa didukung oleh proteksi asuransi. Memiliki asuransi bisa menjaga kestabilan finansialmu saat musibah tak terduga terjadi. Risiko akan selalu ada, tapi kita bisa proaktif untuk menjaga diri sejak dini.
ALIVE dari Generali Indonesia bisa jadi pilihan proteksimu, solusi asuransi online yang prosesnya anti ribet. Daftar 10 menit, dilindungi 10 tahun. Penasaran? Klik di sini untuk baca lebih lanjut!