Parenting 101: cara mengajari anak tanggungjawab ala Jepang
Orang Jepang terkenal dengan budaya kedisiplinannya, tanggungjawab serta etos kerja yang luar biasa. Seluruh dunia menganggap bahwa tanggungjawab dan disiplin ala Jepang memang patut dicontoh dan diteladani. Apa rahasianya dan bagaimana kita bisa menerapkan ajaran tanggungjawab serta disiplin untuk mendidik anak-anak kita dengan pola asuhan ilmu parenting ala Jepang? Parents yang ingin tahu, yuk, baca artikel ini sampai tuntas.
Parenting ala Jepang, dimulai sejak usia emas
Masyarakat Jepang ternyata beranggapan bahwa pendidikan anak sejak di usia dini dan awal-awal masuk taman kanak-kanak serta sekolah dasar, adalah periode usia emas untuk mendidik mereka dengan berbagai nilai positif yang penting untuk kehidupan. Selain itu, anak-anak Jepang diajari untuk menjadi mandiri juga sedari kecil.
Komitmen dan integritas yang ditanamkan sejak anak-anak masih sangat kecil ini yang lantas akan membentuk karakter yang tak hanya mandiri, tapi juga bertanggungjawab, disiplin dan tahan banting di kemudian hari.
Ini beberapa tips bagaimana kita bisa menanamkan rasa tanggungjawab dan kedisiplinan ala Jepang kepada anak-anak kita.
1. Bantu membersihkan rumah
Di sekolah-sekolah di Jepang, bahkan dari mulai sekolah dasar, kita jarang sekali melihat tenaga pembersih. Faktanya, sekolah-sekolah di Jepang pada umumnya hanya punya satu tenaga bersih-bersih yang diperbantukan untuk menjaga kebersihan di seluruh sekolah. Lalu, bagaimana caranya sekolah-sekolah Jepang tetap terpelihara kebersihannya, bahkan luar biasa bersih tanpa cela sedikitpun?
Jawabannya mudah saja. Setiap siswa di sekolah membantu dengan kontribusi masing-masing untuk membersihkan sekolah secara gotong royong. Di Jepang, guru / wali kelas umumnya membagi siswa-siswi di kelar menjadi grup sebanyak 5 hingga 6 orang dalam satu tim, yang bersama-sama bertugas piket membersihkan kelas. Jadwal piket untuk bebersih ini juga dirotasi setiap minggunya. Anggota tim piket juga sering dirotasi sehingga anak-anak bisa belajar bekerja dalam tim dan bisa bergaul dengan semua teman sekelas.
Selain mengajari anak-anak tanggungjawab, tugas piket rutin ini juga mendidik mereka untuk mandiri dengan belajar bebersih setiap hari.
Meskipun di Indonesia sulit untuk menerapkan jadwal se-strict ini, yang bisa Parents lakukan adalah menerapkannya di rumah. Bareng anak-anak, buatlah tim piket bebersih yang tugasnya selain menyapu, mengepel, mengelap debu juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain untuk bahu membahu menjaga kebersihan rumah..
2. TIdak membiasakan menunggui anak di sekolah
Sekolah di Jepang tidak mengizinkan orangtua untuk duduk menunggui anak di sekolah sepanjang hari. Wah, beda kan dengan di Indonesia? Ramai-ramai para ibu, nenek, pengasuh menunggui anak-anak yang bersekolah, di luar ruangan kelas, setiap hari rutin tanpa absen menunggu anak hingga jam sekolah usai.
Naaah, di Jepang hal ini tidak diizinkan oleh sekolah, lho. Orangtua Jepang tidak menunggui anaknya di sekolah sama sekali, selepas mengantar mereka akan pulang. Tidak ada orangtua yang menunggu anak di sekolah, bahkan di hari pertama sekolah sekalipun, meski si anak menangis pun orangtua tetap tidak akan mengganggu kegiatan belajar mengajar dan memilih untuk pulang. Parenting yang terkesan tough love tapi sebetulnya ada tujuan baik di baliknya.
Umumnya, Parents di Indonesia pasti berpikir, "Hah, ilmu parenting macam apa itu, duhhh, kok kejam amaat sama anaknya ya? Saya sih nggak bakalan bisa meninggalkan anak yang menangis kencang saat masuk sekolah pertama kali..."
Di Jepang, guru-guru lah yang berusaha membuat bagaimana anak-anak bisa nyaman supaya bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan cepat ke lingkungan baru tanpa adanya orangtua. Meski bagi kita tak terbayangkan harus meninggalkan si kecil yang menangis, kita tetap harus mencobanya, ya, Parents!
Sebab, ini akan membantu membentuk sebuah kemandirian di dalam diri anak-anak kita untuk bersosialisasi dan membuka diri kepada tempat baru. Adaptasi dan skill penyesuaian diri di dunia modern ini sangat penting. Kemudian, hal ini juga membangun rasa percaya diri anak dan menanamkan bahwa mereka juga harus belajar melakukan berbagai hal sendiri kelak, tidak melulu harus tergantung pada bantuan orangtua.
3. Mengajari anak untuk bertanggungjawab pada barang-barangnya sendiri
Di Jepang, anak usia 3 tahun ke atas mulai diajari bagaimana bertanggungjawab pada barang-barang kepunyaan mereka sendiri. Dari rumah, anak-anak dibiasakan untuk mengatur isi tas ransel yang akan dibawa ke sekolah, dan membawa tas mereka sendiri saat berjalan menuju sekolah.
Sesampai di sekolah, anak akan dibiasakan untuk mengeluarkan segenap isi tas ransel, lalu mengaturnya di tempat yang tepat. Misalnya, menggantung handuk kecil di tempatnya, meletakkan pasta gigi dan sikat gigi dalam gelas milik mereka di dekat wastafel, tempat minum di raknya, buku-buku di atas meja dan peralatan menulis di sampingnya. Makan siang dikumpulkan di satu tempat bersama bekal anak-anak lainnya dan saat makan siang tiba, anak-anak diajari makan bersama secara mandiri, menyuap makanan sendiri tanpa ada yang menyuapi.
Saat pulang ke rumah, anak-anak juga dibiasakan untuk mengeluarkan wadah bekas bekal makan siang dan botol minum, mencucinya sendiri di bak cuci piring, mengeluarkan handuk bekas pakai, mengerjakan PR sendiri dan meletakkan tas ransel di kamar sendiri.
Ini sudah jelas akan mengajar anak bagaimana kita harus bertanggungjawab mengurus semua barang-barang milik kita sendiri, sekaligus menanamkan kemandirian dan kedisiplinan setiap hari. Anak-anak pun terbiasa mengurus semua benda yang mereka miliki secara independen tanpa harus disuruh orangtua.
4. Mengajari anak menghemat sumber daya alam
Di Jepang, sejak usia dini, anak juga diajari untuk menghargai sumber daya alam dan tidak membuangnya sia-sia. Sejak balita dan masuk TK kecil, anak dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Mematikan aliran air dan nyala lampu serta AC saat tidak digunakan.
Hal-hal ini merupakan praktek simpel yang bisa kita lakukan di rumah pada anak kita sendiri.
Sekolah dan keluarga sama-sama bertanggungjawab untuk mendidik anak
Orang Jepang percaya bahwa sekolah dan keluarga sama-sama punya andil bertanggungjawab membentuk karakter seorang anak sejak dini. Sebagai orangtua, kita juga harus tetap memperhatikan anak-anak dan menanamkan nilai-nilai penting ke mereka juga, bukannya hanya mengandalkan sekolah untuk melakukannya. Bila kita mengajar anak sedari kecil untuk bertanggungjawab, kelak mereka diharapkan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga bertanggungjawab.
Selamat mencoba ilmu parenting dan tanggungjawab ala Jepang, ya, Parents!
Generali Group, perusahaan yang dilandasi konsep keberlanjutan
Alive adalah asuransi online dari Generali Indonesia. Menempatkan keberlanjutan (sustainability) sebagai landasan strategi dalam menjalankan bisnis, Generali Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan sosial. Salah satu inisiatif yang telah dijalankan yaitu program PLAN & PLANT: Generali Indonesia akan menanamkan 1 pohon bakau untuk setiap 1 Polis baru yang terbentuk.
PLAN & PLANT jadi bukti nyata bahwa setiap dari kita bisa menjadi bagian dari solusi dalam menjaga keberlanjutan bumi. Pohon bakau yang ditanam atas pembelian Polismu membantu melindungi planet tempat kita tinggal dengan cara mengurangi emisi karbon dari polusi.
Bersama Alive dari Generali Indonesia, kamu bisa memproteksi diri sekaligus melindungi lingkungan. Pelajari selengkapnya tentang proteksi Alive di sini.